English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

WALIKOTA BANJARMASIN, TERSANGKA KORUPSI

 

Polda Kalsel akhirnya menetapkan dua kepala daerah di Kalsel, Walikota Banjarmasin H Muhidin dan Bupati Tanah Laut (Tala) Drs H Adriansyah, sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi senilai Rp 3 miliar.

Namun anehnya, media justru mendapatkan kepastian status kedua kepala daerah tersebut dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalsel.  Sedangkan Sat Tipikor Ditreskrimsus Polda Kalsel terkesan irit bicara dan tak mau mengkonfirmasi soal status keduanya.

Kejati Kalsel berani menyatakan keduanya sebagai tersangka, berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan (SPDP) yang dikirim Ditreskrimsus Polda Kalsel ke Kejati Kalsel.

Ada dua SPDP yang diterima Kejati Kalsel. Pertama dengan nomor polisi: B/3-3/I/2012/Ditreskrimsus tertanggal 18 Januari 2012 dengan tersangka atas nama H Muhidin dan nomor polisi: B/4-3/I/2012/Ditreskrimsus tertanggal 18 Januari 2012 dengan tersangka atas nama Drs H Adriansyah.

Dari informasi yang dihimpun Radar Banjarmasin, kedua kepala daerah ini dikenakan pasal berbeda, yakni untuk Walikota Banjarmasin H Muhidin dijerat pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Bupati Tala Drs H Adriansyah dijerat pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kalsel Erwindu SH MH yang dikonfirmasi mengatakan, setelah menerima SPDP tersebut, pihaknya langsung mengeluarkan surat P-16. “P-16 itu surat perintah penunjukan jaksa penuntut umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara tindak pidana,” ujar Erwindu, kepada sejumlah wartawan, Rabu (1/2) siang.

Diungkapkannya, dengan keluarnya surat P-16 ini, maka akan dimulai penelitian terhadap berkas berita acara pemeriksaan kedua kepala daerah tersebut yang dikirim Ditreskrimsus Polda Kalsel. “Saya sudah menunjuk empat orang jaksa peneliti untuk mengikuti perkembangan penanganan perkara dugaan gratifikasi ini,” tegasnya.

Sementara itu, ketika hal ini dikonfirmasi ke Kasat Tipikor Ditreskrimsus Polda Kalsel AKBP Didik Sudaryanto SH MH, ia malah membantah pihaknya tidak ada mengirim SPDP atas nama Walikota Banjarmasin H Muhidin dan Bupati Tala Drs H Adriansyah ke Kejati Kalsel.
“SPDP yang kami kirim ke Kejati Kalsel adalah tersangka yang menjadi fasilitor dugaan korupsi gratifikasi tersebut,” ujarnya, ketika dihubungi via telepon.

Anehnya lagi, ketika didesak siapa tersangka yang menjadi fasilitator kasus suap tersebut, Didik menolak untuk membeberkannya.  Namun ia hanya menyebut, orang tersebut adalah petinggi parpol besar di Jakarta.

Bupati Tala Drs H Adriansyah, ketika dikonfirmasi, mengaku tidak ada mendapat pemberitahuan terkait kasusnya. "Saya sejak dari tadi pagi, hingga sore hari ini belum mendapatkan surat terkait hal itu. Itu saja komentar yang bisa saya berikan," ujarnya singkat.
Sedangkan Muhidin, sampai berita ini diturunkan, belum berhasil dikonfirmasi.

Sekadar mengingatkan, kasus dugaan korupsi gratifikasi ini terungkap setelah Walikota Banjarmasin Muhidin mengirimkan surat somasi kepada Bupati Tala Adriansyah, terkait tapal batas antara wilayah Tanah Laut dan Tanah Bumbu (Tanbu). 

Kasat Tipikor Ditreskrimsus Polda Kalsel AKBP Didik Sudaryanto menceritakan, kasus ini sendiri terjadi sekitar bulan Oktober tahun 2010 lalu. Saat itu, Muhidin yang sebagian lahan tambang batubaranya masuk wilayah perbatasan Tala-Tanbu, yakni di kawasan Sungai Cuka, Kecamatan Kintap, tidak bisa menggarap lahan karena izin pertambangan ada yang masih kurang.

Untuk memulus perizinan, Walikota Banjarmasin meminta kepada dua orang petinggi salah satu partai besar asal Jakarta untuk membantunya. Awalnya, dua orang Jakarta ini bertemu Walikota Banjarmasin dengan maksud ingin meminjam uang Rp 2 miliar untuk pembelian perlengkapan alat rumah produksi.

Karena kedua orang ini kenal dekat dengan Bupati Tala, Muhidin meminta keduanya mengurus perizinan lahan miliknya. Keduanya lantas bertemu dengan Aad dan mengabarkan, kalau ia meminta Rp 3 miliar.

Akhirnya, Muhidin pun menggelontor dana Rp 5 miliar, terdiri dari Rp 4 miliar dikirim dalam bentuk uang tunai dan Rp1 miliar dalam bentuk giro bilyet.

Belakangan, karena tidak ada kesepakatan, uang Rp 3 miliar yang sempat dipegang Aad dikembalikan melalui transfer ke rekening Muhidin. Sedangkan Muhidin mengirim somasi kepada Bupati Tala, dengan maksud agar menyelesaikan permasalahan tapal batas antara Tala-Tanbu. 


Hanya sayangnya, sampai akhir Agustus 2012 kasus ini seperti dimasukkan ke dalam peti besi oleh Kejati Kalsel. Informasi berkenaan dengan kasus yang sudah jelas-jelas melanggar Undang-Undang ini tidak pernah terekspose di media baik cetak maupun elektronik, sehinngga masyarakat Kota Banjarmasin dan Kabupaten Tala yang memiliki kepentingan untuk mengetahui  tindak lanjut  atas nasib Walikota dan Bupati mereka tidak memiliki informasi sama sekali.

Tidak berujungnya kasus walau sudah berjalan 6 bulan ini, menjadi suatu isyarat bahwa sebenarnya Kejati Kalsel sebenarnya enggan untuk menindak lanjuti kasus ini. Menurut salah seorang penggiat Anti Korupsi di Banjarmasin, jika ini adalah benar, maka kasus ini dapat menjadi peluang bagi KPK untuk mengambil alih penanganannya. Hal ini sesuai dengan pasal 8 (2) Undang-Undang 30/2002 tentang Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK) “ Pemberantasan Korupsi berwenang mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian dan Kejaksaan”.

Nah KPK...Tunggu apalagi.


TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG
INFORMASI DI BAWAH INI MUNGKIN SALAH SATU YANG ANDA CARI

Tidak ada komentar:

SILAHKAN MEMBERI KOMENTAR